"Tatkala Husain bin Ali dibunuh, dunia seakan berhenti berputar selama tujuh hari. Mentari bagai merapat ke dinding laksana kain yang menguning. Bintang-bintang berbenturan. Dia terbunuh bersama keluarganya pada 10 Muharram. Terjadi gerhana matahari pada hari itu. Ufuk langit memerah selama enam bulan, dan tidak pernah terjadi sebelumnya", Imam as-Suyuthi menulis getir kisah pembantaian terhadap cucu Rasulullah ini di Karbala.
Pembantaian itu terjadi karena Sayyidina Husain bin Ali tidak mau mengakui kepemimpinan Yazid bin Mu'awiyah. Yazid yang dimaksud di sini adalah Abu Khalid al-Umawi, khalifah kedua dari klan Bani Umayyah.
Dia juga meriwayatkan beberapa hadits dari bapaknya, Mu'awiyah bin Abu Sofyan. Tapi kekejamannya tertulis rinci dalam banyak kitab sejarah, salah satunya dalam catatan Imam as-Suyuthi, Tarikhul Khulafa.
Disebutkan Imam Suyuthi, Yazid memerintahkan pasukan berjumlah empat ribu orang di bawah pimpinan Umar bin Sa'ad bin Abi Waqqash untuk memburu Husain bin Ali. Dalam perjalanan menuju Iraq, rombongan Husain dicegat dan dibantai di Karbala. Cucu kesayangan Rasulullah itu dipenggal dan kepalanya ditaruh di dalam baskom untuk dipersembahkan kepada Yazid di Damaskus.
Tidak hanya sampai di situ, kekejaman Yazid berlanjut dalam perang Hurrah, suatu tempat di bagian timur Madinah. Yazid mendengar kabar bahwa penduduk Madinah tidak mau berbai'at kepada kepemimpinannya. Imam Suyuthi menulis; "nyaris tidak ada yang selamat dalam penyerbuan itu. Sejumlah sahabat Rasulullah dibunuh, kota Madinah dihancurkan, dan ribuan perawan diperkosa".
Kutipan dari Tarikhul Khulafa karya Imam as-Suyuthi ini adalah pembuktian lain bahwa politisasi agama bisa membuat manusia tidak lagi berkemanusiaan. Khilafah adalah rentang waktu kekuasaan yang mencetak khalifah-khalifah dengan kebaikan dan keburukannya. Tidak pernah ada ideologi politik yang direkomendasikan Tuhan. Karena Tuhan juga pasti sangat paham, ketika manusia diberi kekuasaan, ia bisa sejahat iblis atau selurus malaikat. Tuhan pemilik alam semesta raya, manusia lah yang seringkali mengklaim namaNya sekerdil ukuran singgasana.
Sumber: Islah Bahrawi